Sabtu, 24 Maret 2012

Penanganan Autisme di Indonesia Memprihatinkan

Solo, 17 Juli 2010 14:08
Pakar penanganan penyandang autisme/Presiden Masyarakat Peduli Autisme Indonesia (MPAI), Gayatri Pamoedji, menilai, penanganan terhadap penyandang autisme di Indonesia masih memprihatinkan.

"Kondisi memprihatinkan tersebut terjadi baik pada sikap pemerintah maupun masyarakat," kata Gayatri di Solo, Sabtu (17/7).

Menurutnya, penanganan autisme oleh dua lini tersebut saat ini masih sekitar 50 persen dari kondisi ideal.

"Sebenarnya yang paling disayangkan adalah penanganan autisme oleh pemerintah karena mereka seharusnya menjadi `motor` utama dalam upaya penanganan tersebut," kata dia.

Dia mengatakan, dalam pendataan jumlah pengidap autisme di Indonesia, pemerintah dinilai sangat tidak maksimal, karena data terakhir adalah jumlah pengidap autisme pada 2004 yang sebanyak 400.000 orang.

"Data tersebut sudah kadaluarsa sehingga akan menyulitkan upaya pemetaan dan penanganan pengidap autisme," kata Gayatri.

Sudah bertahun-tahun, lanjut dia, pihaknya meminta Kementerian Kesehatan untuk segera mendata ulang jumlah pengidap autisme.

"Belum lama ini dalam sebuah acara seminar saya yang juga dihadiri Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, Menkes berjanji Depkes akan segera mendata ulang jumlah pengidap autisme," kata dia.

Selain itu, lanjutnya, upaya lain yang hingga saat ini belum dilakukan pemerintah adalah pengadaan pusat penanganan pengidap autisme, tempat seperti itu hingga saat ini belum ada di Indonesia.

"Kalaupun ada, itu juga didirikan oleh kalangan lembaga swadaya masyarakat dan tidak hanya secara khusus menangani masalah autisme," kata dia.

Kurang berperannya pemerintah dalam menjadi motor untuk menangani masalah autisme, menurutnya, juga memeiiki andil pada kondisi kurang sadarnya masyarakat dalam menangani anggota keluarganya yang menjadi pengidap autisme.

"Upaya untuk meningkatkan kualitas penanganan autisme di Indonesia sudah sangat diperlukan karena itu juga menjadi langkah bangsa ini dalam menghapus diskriminasi dalam semua hal, termasuk hak-hak warga pengidap autisme untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak," kata dia.

Sebagai perbandingan, kata dia, penanganan autisme di Australia, sejumlah negara Eropa Barat, serta Amerika Serikat bisa menjadi contoh ideal.

"Selain menjadi motor penggerak kesadaran masyarakat dalam menangani autisme, pemerintah juga menyediakan pusat-pusat penanganan autisme serta memberi subsidi kepada keluarga yang anggotanya ada yang menjadi pengidap autisme," kata dia.

Kondisi seperti itu, menurutnya, dapat menciptakan sinergi yang baik sehingga masalah autisme bukan jadi hal yang dikesampingkan.

Dia mengharapkan, pemerintah dapat menjadi motor penggerak dan memberikan ruang lebih dalam penanganan autisme.

"Masyarakat juga diharapkan dapat lebih tergerak untuk tidak hanya mengerti, tetapi juga tahu harus bagaimana menanganinya," katanya. [TMA, Ant] 


Sumber 
http://arsip.gatra.com/artikel.php?id=139824 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar